Kamis, 17 Februari 2011

Perberasan Nasional Mencemaskan

Pada tahun ini Indonesia diperkirakan menjadi negara pengimpor beras terbesar kedua di dunia. Padahal di 2009, untuk kelompok sepuluh besar pun Indonesia tidak termasuk. Demikian antara lain laporan Kementerian Pertanian Amerika Serikat (USDA) yang bertajuk Rice Outlook tertanggal 10 Februari 2011. Laporan tersebut dipublikasikan melalui laman daring resmi USDA.

Menurut laporan itu, Indonesia akan kembali masuk pasar perberasan dunia dengan mengimpor sebesar 1,75 ju ta ton pada tahun ini. Jumlah tersebut naik 800 ribu ton dari prediksi yang dilakukan USDA pada bulan sebelumnya. "Proyeksi dinaikkan setelah mempertimbangkan impor yang baru-baru ini dilakukan badan distribusi pangan pemerintah. Bulog," ungkap laporan USDA.


Jika prediksi di atas menjadi kenyataan, Indonesia akan menjadi negara pengimpor terbesar kedua setelah Nigeria. "Prediksi USDA ini menunjukkan dunia kini memandangkondisi perberasan Indonesia dalam keadaan cukup mengkhawatirkan," kata Direktur Utama Bulog Sutarto Aiimoeso di Jakarta, kemarin.

USDA memprediksi Nigeria, Indonesia, Filipina, dan Arab Saudi akan menjadi negara pengimpor terbesar. Volume impor beras keempat negara ini cukup besar yaitu pada kisaran 1,3 hingga 1,9 juta ton.

Meskipun demikian, Sutarto menyatakan optimistis bahwa kondisi perberasan di Tanah Air akan baik-baik saja. Syaratnya, pertumbuhan produksi beras harus di atas 6% sehingga Bulog bisa melakukan penyerapan yang banyak atas beras lokal sekaligus menekan harga.

Sesuai dengan target yang dicanangkan pemerintah, Bulog akan menyerap beras lokal sebanyak 3,5 juta ton tahun ini sekaligus memperkuat cadangan beras di posisi 2 juta ton.

Optimisme Bulog tidak didukung dari sisi hulu. Pasalnya, Kementerian Pertanian menyatakan untuk mencapai pertumbuhan produksi beras 5% saja sangat sulit. Normalnya pertumbuhan produksi hanya 3%.

"Angka 5% itu sesuatu yang tidak normal dan luar biasa," ungkap Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi, pekan lalu.

Menurut dia, meningkatkan produksi bukan perkara gampang. Apalagi tahun ini ancaman datang dari perubahan iklim, penurunan stok, dan peningkatan harga pangan glo-bal serta naiknya permintaan domestik.

Kondisi tersebut diperparah dengan alih fungsi lahan secara besar-besaran. Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional, sepanjang 2007-2010 sebanyak 600 ribu hektare lahan pertanian telah hilang hingga hanya menyisakan 3,5 juta hektar di Pulau Jawa.

Dominasi ekspor beras di pasar global tetap dipegang Thailand sebanyak 10 juta ton atau naik 1 juta ton jika dibandingkan dengan tahun lalu. Adapun negara lain yang menjadi sumber impor beras Indonesia, Vietnam, justru akan menurunkan ekspornya sebanyak 930 ribu ton dengan alasan memperkuatstok domestiknya.

Kekhawatiran gagal panen karena perubahan iklim masih menghantui beberapa negara produsen utama. Tidak hanya Vietnam, India pun membatasi ekspornya tahun ini.

Naikkan HPP

Pada kesempatan terpisah. Fraksi Partai Golkar (F-PG) DPR RI memberikan pernyataan sikap terkait dengan gejolak harga pangan nasional. Salah satunya mendesak pemerintah untuk menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) beras. Selain itu, F-PG mendesak pemerintah agar cadangan pangan pemerintah hanya dari produk dalam negeri.

"Kebijakan HPP harus lebih fleksibel dan memberi kesempatan kepada pemda membeli produksi beras di daerah yang surplus selain Bulog," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo saat menyampaikan pernyataan sikap F-PG, kemarin.

F-PG menyatakan kebijakan impor beras merugikan petani yang juga tergolong masyarakat berpenghasilan rendah. Apalagi sekarang pemerintah telah membebaskan bea impor beras.

"Jika pemerintah mempertahankan kebijakan impor beras, yang diuntungkan adalah para spekulan dan importir," ujar Firman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar